Pendidikan klinis hukum di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dimulai pada tahun 1970-an yang di prakarsai oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja. Kegiatan yang dilakukan berupa bantuan hukum sebagai alternatif penulisan tugas akhir atau skripsi bagi mahasiswa program Sarjana (S1). Seiring dengan perubahan kurikulum pada tahun 1980, kegiatan pendidikan klinis hukum tidak dilanjutkan.
Pendidikan klinis hukum kembali diinisiasi dengan kerjasama 8 (delapan) perguruan tinggi di Indonesia yakni: Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sumatera Utara, Universitas Sriwijaya, Universitas Udayana, Universitas Airlangga, dan Universitas Hassanudin pada tahun 2011 melalui pembentukan klinik hukum. Kegiatan di klinik hukum dimaksudkan agar mahasiswa memiliki pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan rasa keadilan sosial (sense of social justice). Oleh karenanya, model kegiatan di klinik hukum tidak hanya fokus pada bantuan hukum, melainkan juga dikembangkan dengan beberapa kegiatan berupa riset, advokasi, dan pendidikan masyarakat.
Pada tahun 2012, dibentuk 3 (tiga) klinik hukum yakni: klinik hukum pidana, klinik hukum perdata, dan klinik anti korupsi tanpa bobot kredit mata kuliah (SKS). Baru pada tahun 2013, klinik hukum dimasukan sebagai mata kuliah di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dengan bobot 2 SKS Pendidikan klinik (6 s.d. 8 jam per minggu). Selain ketiga klinik tersebut di atas, pada tahun 2020 klinik hukum bertambah dengan terbentuknya klinik hukum lingkungan. Jumlah kredit mata kuliah klinik hukum juga mengalami perubahan pada tahun 2020 menjadi 3 SKS Pendidikan klinik.